BOR: Praktisi Pendidikan Indramayu Tidak Sensitif

Cuplik.Com - Indramayu - Azirwan, mantan terpidana korupsi yang dipromosikan menjadi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau memang telah mengundurkan diri dari jabatannya, namun masih ada delapan mantan terpidana korupsi yang menjadi kepala dinas di lingkungan birokrat Provinsi Riau. Azirwan menjadi terdakwa atas kasus suap alih fungsi hutan lindung Bintan dan dihukum 2 tahun 6 bulan penjara dan membayar denda 100 juta rupiah subsider tiga bulan penjara.

Pengunduran diri mantan Sekretaris Daerah Bintan itu diduga atas mencuatnya polemik promosi dirinya. Banyak pihak menilai, upaya promosi jabatan itu tidak tepat untuk upaya pemberantasan korupsi.

Aktivis ICW, Emerson Yuntho, menilai Azirwan selayaknya dipecat atas dasar UU Nomor 43 Tahun 1999.

"Rakyat jangan dibebani dengan menggaji (birokrat) koruptor," tukas Emerson sebagaimana dikutip Kompas.

Namun Reydonnyzar Moenek, jubir Kemendagri, menjelaskan bahwa Azirwan masih PNS. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 43 Tahun 1999.

"PNS bisa diberhentikan tidak dengan hormat bila dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena pidana dengan ancaman hukuman empat tahun atau lebih," ujar pria yang akrab dipanggil Donny itu.

Banyak pihak menilai, jika di Kepulauan Riau saja ada delapan orang mantan terpidana penjara yang mendapat jabatan strategis, bagaimana dengan daerah lain di Indonesia?

Di Indramayu sendiri, ada beberapa kasus korupsi yang memang belum tuntas. Bahkan, ada tersangka korupsi yang telah didakwa 1 tahun 6 bulan penjara menduduki posisi strategis di dunia pendidikan, yakni Drs. Suhaeli, M.Si., sebagai Ketua Dewan Pendidikan.

Ali Sahali, pegiat hukum yang juga Sekjen Barisan Oposisi Rakyat (BOR), menilai bahwa praktisi pendidikan di Indramayu tidak sensitif. Meskipun putusan atas kasus (Suhaeli) itu belum jelas, namun 'promosi' pensiunan PNS itu sebagai Dewan Pendidikan Indramayu dinilai tidak tepat.

"Kasus Korupsi merupakan kejahatan luar biasa, maka sangat tidak etis jika para terdakwa kasus korupsi menduduki jabatan di birokrasi. Apalagi di dunia pendidikan," tegas Sahali.

Dirinya berharap agar masyarakat mau mengawal kasus-kasus korupsi yang sudah masuk ke meja hijau, serta menolak segala perilaku korupsi di sektor manapun.