Nur Kholis, yang merupakan anggota Komnas HAM pada sebuah diskusi memperingati hari HAM di Jakarta, Senin (10/12) menuturkan, dari sekira 6000 pengaduan masyarakat yang masuk ke Komnas HAM tiap tahun, sekitar 1200 laporan masyarakat menyoroti aksi pelanggaran HAM yang dilakukan kepolisian. Dan selama lima tahun terakhir, posisi polisi tetap dipuncak pelanggar HAM.
Kondisi ini berbeda dengan ketika awal Komnas HAM berdiri pada 1990-an. Kala itu, aparat TNI yang paling banyak diadukan ke lembaga yang beralamat di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta.
Pelanggaran HAM yang dilakukan polisi, ketika mereka melaksanakan tugas sebagai penegak hukum. Contohnya adalah penyiksaan yang dilakukan polisi ketika menyidik suatu perkara. Ujar Nur Kholis.
Juru bicara Mabes Polri, Brigjen Boy Rafli Amar dikesempatan yang sama mengatakan, bahwa Polri tidak mampu bertindak sendiri untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan HAM. Menurutnya, Polri perlu mendapat dukungan dari lembaga negara lainnya dan masyarakat. Secara institusi, Boy mengatakan Polri berkomitmen untuk menjunjung tinggi HAM. Dalam peraturan internal Polri, terdapat beberapa regulasi yang menegaskan bahwa aparat Polri harus tunduk pada HAM.
Kendati demikian, Boy juga menyadari masih terdapat kekurangan dalam tubuh Polri, sehingga tak jarang Polri sering disebut lamban dalam menangani masalah atau bahkan melakukan pembiaran terhadap sebuah kasus. Menurutnya, Polri menemui banyak kesulitan ketika menjalankan tugasnya. Misalnya ketika di suatu daerah pecah konflik, sementara akses menuju daerah itu sangat sulit dan menempuh waktu yang cukup lama. Atas dasar itu Boy mengatakan Polri terus melakukan instropeksi atas berbagai kritik yang dialamatkan kepada Polri.
Dari data yang dihimpun oleh Komnas HAM atas pengaduan masyarakat terhadap aparat kepolisian, Boy berharap agar Komnas HAM melakukan verifikasi agar data tersebut dapat ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian. Boy menegaskan, Polri tidak segan untuk memberi sanksi kepada anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran HAM. “Harus ditindak,” tegas Boyseperti dilansir di hukumonline.com.
Siapa yang bertanggung jawab?
Nur Kholis juga menyoroti UU HAM dan UU Pengadilan HAM. Menurutnya, ketentuan itu tidak memposisikan dengan jelas tentang subjek hukum HAM. Misalnya, dalam UU HAM, pelanggaran HAM bisa dilakukan oleh individu, kelompok dan aparat negara. Praktiknya, Nur Kholis mengatakan dalam wacana yang beredar di masyarakat, ada yang menganggap negara yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM. Sebagian lagi ada yang menganggap aktor non negara juga turut bertanggung jawab.
Melihat perbedaan pandangan itu juga terjadi di aparatur negara. Sehingga, dalam melihat persoalan HAM, terdapat perbedaan paradigma. Namun, Nur Kholis menyebut bahwa HAM secara historis ditujukan untuk membatasi kewenangan negara. Sehingga setiap tindakan aparatur negara yang masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat, mekanisme pengadilan HAM digunakan. Jika individu yang melakukan bukan aparatur negara, maka perangkat hukum lain yang digunakan. Misalnya, hukum pidana. Ujar Nur Kholis.