Cuplik.Com - Jakarta – Panwaslu DKI Jakarta bergeming dengan keputusan penghentian penyidikan Polda Metro terhadap PKS. Mereka akan menjerat parpol itu dengan cara lain. Penegakan supremasi hukum atau pelampiasan dendam?
Keputusan Polda Metro Jaya mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) atas kasus dugaan pelanggaran kampanye Partai Keadilan Sejahtera (PKS), tak menyurutkan nyali Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) DKI. Mereka terus mengejar PKS dengan kasus lainnya.
Panwaslu DKI jelas meradang dengan keputsuan Polda terkait dugaan pelanggaran kampanye yang dilakukan PKS, 2 Januari lalu. Polda tampaknya lebih meyakini, demo PKS awal tahun itu bukanlah kampanye, tapi sekadar penyampaian pendapat melalui demontrasi terkait agresi Israel ke Palestina.
Empat opsi pun bakal disiapkan Panwaslu atas SP3 kasus PKS. Keempatnya yakni mempraperadilankan Polda Metro, melapor ke Komisi Kepolisian, melimpahkan kasus PKS ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dengan menjerat sanksi administrasi, dan gelar perkara di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu).
“Kami sebenarnya yakin kasus tersebut masih bisa dilimpahkan ke kejaksaan,” kata Ketua Panwaslu DKI, Ramdansyah, Rabu (28/1) di Jakarta.
Adalah Rudi Satriyo, pakar hukum pidana UI yang menjadi saksi ahli kasus Tifatul Sembring atas dugaan pelanggaran kampanye. Dari kesaksian Rudi pula, kepolisian menerbitkan SP3 terhadap PKS dan Tifatul. “PKS tidak kampanye. Mereka hanya menyampaikan aspirasi umat Islam soal Palestina,” katanya, Rabu (28/1) di Jakarta.
Menurut dia, tuduhan pelanggaran kampanye yang dituduhkan Panwaslu DKI sama sekali tidak mendasar. Menurut dia, aktivitas yang masuk kategori kampanye adalah penyampaian visi-misi partai politik. “Soal kemerdekaan Palestina, itu bukan hanya milik PKS, itu milik seluruh umat Islam. Jadi itu bukan visi-misi PKS saja,” tegasnya.
Penggunaan atribut dalam berdemo, sambungnya, tidaklah masuk kategori kampanye. Karena, berdemo adalah bagaian dari kebebasan berpedapat yang diatur oleh UUD 1945. “Jadi mengusung isu tertentu dan mengenakan atribut partai bukanlah kampanye. Kampanye adalah menyampaikan visi-misi,” jelasnya.
Sebelumnya, Panwaslu DKI menegaskan, jika PKS lolos terjerat dari dugaan pidana pemilu, pihaknya akan mengejar PKS dari sisi pelanggaran administrasi pemilu. Menurut Ramdansyah, UU No 10/2008 pasal 79 (2) mengatur kewajiban parpol memberi tembusan daftar kampanye kepada Panwaslu. “Sejauh ini, PKS belum pernah mendaftarkan kampanye pada Panwaslu. Artinya, PKS melanggar administrasi” tegasnya.
Atas dugaan pelanggaran administrasi ini, UU Pemilu memberi sanksi bagi partai politik yang melanggar dengan sanksi tidak mendapat jatah kampanye rapat umum pada 16 Maret-5 April 2009. “Bisa jadi, PKS tidak dapat mengikuti jatah kampanye terbuka di wilayah DKI Jakarta,” tegasnya.
Seusai pertemuan Gakumdu, Ramdansyah mengaku terjadi perbedaan pandangan antara Panwaslu, kepolisian dan kejaksaan soal demo PKS apakah masuk kategori kampanye atau tidak. Menurut dia, pertemuan Rabu (28/1) ini untuk kembali menyamakan persepsi antar ketiga pihak.
Ramdansyah menegaskan, pihaknya tidak serta merta berhenti seiring munculnya SP3 dari Polda Metro Jaya. Ia menegaskan, kurang cukup bukti bukan berarti tidak terbukti bersalah. Maka pihaknya telah melaporkan aksi PKS pada 11 Januari lalu di bundaran HI ke Polres Jakarta Pusat. “Kami temukan dalam long march PKS ada alat peraga partai,” katanya. Untuk pelanggaran administrasi, Ramdansyah menegaskan pihaknya telah melaporkan PKS ke KPU Provinsi DKI Jakarta pada 7 Januari lalu.
Apakah langkah Panwaslu kepalang tanggung dan dipermalukan dengan SP3 atas kasus PKS? Ramdansyah membantah dengan keras. “Semangat kita untuk pemilu yang jurdil. Parpol lain juga ada, sebanyak sembilan partai politik,” tandasnya sekaligus membantah tudingan tersebut.
Semangat Panwaslu patut mendapat apresiasi dalam penegakan aturan main dalam pemilu. Meski, keteledoran dalam alat bukti seperti memberi kesan kerja Panwaslu kurang optimal. Meski, juga dimaklumi, batasan waktu yang cukup singkat, batas pelaporan hanya tiga hari pasca kejadian, juga menjadi persoalan dalam pengumpulan alat bukti.