Yang menarik adalah bahwa ketika Cuplik.com bertanya kepada beberapa warga yang melewati jalan tersebut, tak satupun yang mau berkomentar. Mereka hanya berhenti sebentar untuk mendengarkan pertanyaan Cuplik, lalu pergi.
"Kirain mau nanya apa," celoteh seorang ibu paruh baya, sambil bersungut-sungut.
Dihubungi lewat phone cell-nya terkait fenomena tersebut, Afif Rahman, SH, aktivis Pos Bantuan Hukum Berbasis Masyarakat (PBHBM) Indramayu memberikan sebuah gambaran:
"Menurut Saya, warga desa Limbangan itu bukan takut berkomentar. Tapi ada semacam krisis kepercayaan yang tumbuh di sana. Tampaknya warga punya pengalaman buruk dengan janji-janji kampanye yang tak pernah direalisasi. Makanya mereka malas berkomentar soal jalan rusak itu," papar Afif.
Sementara itu Sahali, SH, Sekjen Barisan Oposisi Rakyat (BOR) Indramayu menilai bahwa jalan rusak merupakan pemandangan yang biasa di Indonesia, khususnya Indramayu.
"Jalan rusak serta sikap acuh yang menggejala di masyarakat adalah akumulasi dari pembodohan hak politik yang sudah terlalu lama dan akut. Banyak hak politik, ekonomi dan keadilan yang tak dinikmati oleh masyarakat sehingga itu mempengaruhi keadaan bathin mereka. Contohnya adalah, sikap masyarakat Limbangan terhadap kondisi jalan desanya sendiri," kata Sahali, melalui HP