Seperti yang terjadi pada Eti Nurjanah (37), asal Warga Desa Pondoh Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu, saat menerima kiriman paket dari suaminya yang menjadi TKI di Korea Selatan.
"Saya merasa keberatan atas dikenakannya biaya tambahan, padahal paketanya bukan barang mewah atau benda antik melainkan Cuma pakaian anak-anak dan Jaket," ujar Eti, Selasa (15/1/13).
Ia merasa keberatan dengan aturan yang dibuat Bea Cukai Cirebon, pasalnya pungutan tersebut hampir setiap kali mendapat kiriman dari suaminya di Korea Selatan. Pungutan tersebut sebesar Rp. 130.000 dengan rincian untuk biaya kepabeanan Rp. 102.900, biaya packing ulang Rp. 20.000 dan sisanya untuk petugas Pos yang mengirim.
Awalnya Eti menerima adanya tambahan biaya tersebut, namun Kekecewaan Eti bertambah setelah isi dalam paketannya diacak-acak oleh petugas Bea-cukai Cirebon yang sebenarnya sudah diperiksa sebelumnya saat mengirim.
"Isinya hanya pakaian anak-anak dan Jaket, padahal ketika akan dipaketkan ke Indonesia di Korea kan terlebih dahulu diperiksa apa isi di dalamnya, kok kenapa setelah tiba di Indonesia (kantor bea-cukai Cirebon -red) di bukain (diperiksa -red) kembali. Itukan barang-barang pribadi kenapa harus diacak-acak!. Setelah diacak-acak malah tidak dirapihkan kembali justru biaya packingnya dibebankan pada penerima, itu yang bikin saya kesal!" kata Eti menceritakan.
Atas kekecewaan tersebut, Eti mengadu ke LSM Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten indramayu.
Menurut Ketua DPC SBMI Indramayu, Juwarih, seharusnya petugas terlebih dahulu menggunakan alat untuk mendeteksi narkoba atau benda lainnya yang dilarang.
"Jika paketan tersebut kiranya mencurigakan jangan langsung dibuka, kan sudah tertera apa isi didalamnya," katanya.
Terkait adanya pungutan, Juwarih menghimbau agar petugas tidak memberatkan para keluarga TKI, apalagi ada upaya untuk memeras.
"Petugas jangan lakukan pemerasan!" tutup Juwarih.