Cuplik.Com - Perdana Menteri Inggris, David Cameron pernah berujar bahwa pejuang Islam di Afrika Utara merupakan ancaman yang nyata. Komentar ini ia buat ketika terjadi penyanderaan di fasilitas migas di Aljazair, dimana banyak orang asing yang ditawan dan akhirnya dibunuh.
Cameron, sebagaimana pemimpin Barat yang lain, senantiasa berposisi vis a vis terhadap Islam bersenjata. Ia, juga pemimpin Barat yang lain, selalu menganggap bahwa Islam bersenjata merupakan teroris.
Pejuang bersenjata yang menawan puluhan orang di fasilitas migas di Amena, Aljazair itu dipimpin oleh Mokhtar Belmokhtar, atau Syaikh Khalid Abul Abbas. Ia pernah menjadi pimpinan al-Qaeda in the Islamic Maghreb (AQIM).
Mokhtar sendiri telah meninggalkan AQIM tahun lalu. Ia dirikan 'cabang' al-Qaeda di Afrika Utara dengan nama Batalyon Penandatangan Darah, atau Signed-in Blood Batallion yang dalam bahasa Arab disebut Al-Muwaqqi'un bid Dima'. Faksi al-Qaeda inilah yang dioperasikan saat peristiwa di Aljazair tempo hari. Tujuannya membalas Perancis yang menyerang Mali.
Sebagaimana BBC merilis, serangan balasan atas invasi Perancis ke Mali bakal menuai balasan. Karena, Omar Ould Hamaha, pemimpin Mujao (Movement for Unity and Jihad in West Africa) merupakan sekutu terdekat Mokhtar.
Jejak al-Qaeda di wilayah tersebut dimulai sejak munculnya Armed Islamic Group (GIA) yang memenangkan Aljazair dari Perancis pada awal 1990. Sebelum menjadi AQIM yang berafiliasi ke al-Qaeda, kelompok ini merupakan salafi jihadis bersenjata (GSPC).
Gerakan GIA, sebagaimana ditulis media-media Barat, dituding berada di balik serangan pada kereta bawah tanah di Paris pada tengah tahun 1990. Kemudian GSPC, masih dirilis dari media Barat, dituding pula menjadi biang keladi tragedi 11 September 2001. Kelompok ini memiliki jaringan yang kuat, terutama di bekas jajahan Perancis.
Alasan Barat menyerang Afrika, bagaimanapun akibat berkuasanya faksi Islam bersenjata di daerah tersebut. Sebagai contoh, Mali sendiri. AQIM, Mujao, serta kelompok Mokhtar Belmokhtar telah menancapkan kuasanya atas wilayah Mali dan menerapkan aturan-aturan Islam disana.
Di Nigeria ada Boko Haram, yang dituding mengampanyekan terorisme. Meski pada kenyataannya kelompok ini sama dengan AQIM dan lainnya: berkuasa dan menerapkan Islam sebagai sumber hukum. Kelompok Boko Haram ini pun masih berjejaring dengan AQIM di Mali.
Jaringan al-Qaeda di Nigeria pun menyambung ke Yaman, dimana ada al-Qaeda in the Arabian Peninsula (AQAP). Jaringan ini terendus setelah dua orang pria dijatuhi hukuman di pengadilan Abuja karena terlibat al-Qaeda.
Menyeberang jauh teluk Aden, ada Somalia dengan al-Syabab, sebuah kelompok jihadis yang menyatakan diri sebagai bagian dari al-Qaeda.
Barat khawatir, karena kelompok-kelompok ini memiliki pejuang yang tidak diketahui darimana asalnya dan siapa saja. Ini mengancam rencana-rencana Barat yang bakal diterapkan di wilayah Afrika.
Seperti halnya al-Syabab yang dipimpin oleh Omar Hammami. Omar sendiri merupakan keturunan Amerika-Suriah yang 'karir'nya gemilang di Somalia setelah redup di negerinya sendiri.
Bahkan, BBC sendiri merilis, jaringan AQIM menyebar dari Perancis, Spanyol, Italia dan bahkan Inggris. Omar Ould Hamaha sendiri mengaku pernah berada di Perancis selama 40 hari pada tahun 2000. Schengen visa menjadi jalan bagi Omar dan kelompok Jihadis lain untuk bergabung ke Mali.
Saat di fasilitas migas Amena, Aljazair, diketahui ada warga Kanada yang menjadi penyandera. Maka, bagi Barat, memberangus al-Qaeda mesti bekerja sama lebih keras dan lintas sektoral antar negaranya. Jika tidak, sumber daya alam yang menjadi incaran Barat bakal sulit didapatkan di Afrika.