Terkait dengan acara diskusi publik tentang perubahan konstelasi politik di Indramayu 2014-2015 yang digelar Senin (18/3/13) kemarin, Radic yang juga anggota Presidium Gerakan Perubahan Indramayu ini mengatakan bahwa kegiatan itu adalah suatu event yang legal baik dari segi proses pelaksanaannya maupun dari segi isi diskusinya.
"Kita ini bukan mau memberontak tapi, mengupayakan adanya perubahan penyelenggaraan politik di Indramayu baik pada aspek Legislatif maupun pada aspek Pemerintahannya supaya masyarakat luas dapat menerima manfaat demokrasi, baik pada tataran politik maupun ekonomi yang lebih konkret. Sejauh ini yang menerima manfaat demokrasi dalam arti sempit baru kalangan 50 anggota Legislatif serta Birokrasi Indramayu saja, yaitu pada aspek manfaat anggaran daerah (APBD), sementara itu, di sisi lain, manfaat demokrasi dalam arti politik, dimana masyarakat diajak berpartisipasi untuk ikut merumuskan masa depan yang lebih baik, sama sekali telah diabaikan" kata Radic.
Menurut Radic, carut-marutnya Indramayu, mulai dari kondisi jalan yang setipis silet, persoalan buruh yang terabaikan, nasib TKI yang terlantar di tempat karantina dan di negeri orang, premanisme sosial dan politik hingga PNS yang menjadi instrumen politik Golkar adalah berakar pada pribadi Yance.
"Indramayu ini bukan masalah sistem tapi, masalah orang yang membangun sistem secara buruk, yaitu Yance. Jadi, cukup beralasan mengapa para tokoh partai, tokoh ormas, aktivis dan akademisi kemudian berkumpul untuk membahas persoalan krusial yang ada di Indramayu," lanjut Radic.
Ketika ditanya soal resiko yang akan menghadang Gerakan Perubahan Indramayu, Radic mengatakan:
"Semua peristiwa di dunia ini punya resiko. Bahkan di saat tidur pun, seseorang akan diintai oleh suatu resiko tertentu, apalagi di dunia politik. Tapi saat ini, pasca percobaan pembunuhan yang dialami oleh Direktur PKSPD, O'ushj Dialambaqa, saya melihat bahwa peristiwa percobaan pembunuhan tersebut merupakan sebuah momen buat seluruh aktivis pro-perubahan, termasuk tokoh partai dan ormas, yaitu bahwa ketika terdapat aktivis maupun elit partai pro-perubahan yang mengalami kekerasan baik secara wacana maupun fisik maka masyarakat dengan sendirinya akan membangun asumsi tentang siapa dalang dari peristiwa tersebut," kata Radic, menutup pembicaraan.