Lebih dari 20 tahun, orang utan yang hidup di Sumatera menjadi kontroversi saat profesor biologi anthropologi dari Universitas Pittsburgh Jeffrey H Schwartz menyebutnya sebagai keluarga terdekat manusia.
Di bukunya pada 1987, The Red Ape: Orang-utan and Human Origins, dia bersikeras orang utan berdasarkan ciri psikologi dekat dengan manusia.
Tipisnya enamel gigi menjadi petunjuk penting bagi pemburu fosil untuk menyebutnya sebagai moyang manusia. Karena enamel gorila dan simpanse tebal, sementara orang utan dan manusia lebih tipis.
Penelitian terbaru dilakukan oleh dua universitas di Inggris dipimpin oleh Robin Crompton dari Universitas Liverpool dan Susannah Thorpe dari universitas Birmingham. Orang utan berjalan dengan dua kaki saat ingin menjangkau cabang pohon. Mereka menyimpulkan, perilaku seperti itu mirip moyang manusia saat mulai berjalan dengan dua kaki.
Sebelumnya pada 2007, peneliti di Grand Valley State University, Michigan mendapati orang utan lebih pintar dibanding simpanse dan gorila, yang secara tradisional dianggap paling mendekati manusia.
Diantara 25 primata, orang utan berkembang menjadi yang paling cerdas memahami sesuatu dan bisa mengatasi masalah. Pada Desember tahun lalu, penjaga binatang di kebon binatang AS dibuat kaget, saat orang utan berusia 30 tahun bernama Bonnie bersiul kepadanya.
Hal itu menjadi pertanyaan besar adanya kedekatan manusia dengan orang utan. Tapi jauhnya perbedaan genetik antara manusia dan orang utan sudah menjelaskan. Tapi mengapa polah manusia dan orang utan serupa?