Pasalnya sejak 2012 BBM khusus nelayan yang seharusnya 2,5 juta kiloliter kemudian yang terdistribusi hanya 1,3 juta kiloliter dan realisasinya hanya 800.000 ribu kiloliter yang kemudian berdampak susahnya akses para nelayan mendapatkan BBM.
"Sedangkan jumlah SPBN di Indonesia di tahun 2011 hanya sekitar 237 unit, jumlah yang tidak ideal bagi Indonesia sebagai negara kepulauan," papar Sekjen Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana, Rabu (24/4/13).
Sementara itu, kebijakan pemerintah yang dinilai masih mempersulit nelayan, seperti susahnya nelayan mengakses harga BBM bersubsidi, sebab, kata Budi, panjangnya jalur distribusi dengan aturan panjang dan birokratis.
Ia mencontohkan, misalnya bagi nelayan di bawah 5 GT (Gross Ton) adalah masalah tengkulak yang mengatur harga BBM dengan harga sangat mahal.
"Maka wajar sebelum harga BBM naik, maka para nelayan dibawah 5 GT sudah membeli BBM dengan harga 6000 sampai 7000 per liternya," jelas Budi.
Lebih jauh Budi memaparkan, buruknya infrastruktur dan kebijakan yang tak pro nelayan sering dirasakan oleh para nelayan di pulau Jawa dan Sumatera.
Bahkan, lanjutnya, nelayan dengan perahu dibawah 30 GT harus menunggu verifikasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) perikanan sesuai kewenangannya untuk mendapatkan BBM solar bersubsidi.
"Misalnya nelayan Ciamis, Indramayu, dan Garut harus pergi ke Bandung. Atau nelayan Cilacap, Rembang, dan Brebes harus ke Semarang," pungkasnya.
Oleh karenanya, secara tegas SNI menolak kenaikan harga BBM yang direncanakan pemerintah per Mei 2013 mendatang, apalagi kenaikan tersebut tanpa melibatkan nelayan.