Senin depan (16/3), hiruk pikuk Pemilu 2009 dimulai dengan kampanye rapat umum. Semua elemen dipastikan akan turut sibuk terlibat, baik itu dari kalangan partai politik (parpol) maupun masyarakat umum. Dari kalangan parpol sebagian diantaranya tengah memegang jabatan di pemerintahan. Mulai dari bupati, gubernur, menteri, atau dua pemimpin negeri ini, Presiden dan Wakil Presiden.
Jumat (13/3), KPU mengumumkan telah menerima surat dari Menteri Sekretaris Negara tentang pengajuan izin cuti 12 pejabat negara untuk kepentingan kampanye. 10 Menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta Wakil Presiden Jusuf Kalla adalah 12 pejabat dimaksud. Prediksi KPU, nantinya akan lebih dari 12 yang akan mengajukan cuti.
Secara normatif, memang tidak ada larangan pejabat negara terlibat dalam kampanye. Syaratnya, mereka harus mengajukan cuti. Untuk mengatur lebih detil, pemerintah pun menerbitkan PP No. 14 tahun 2009 tentang Tata Cara Bagi Pejabat Negara Dalam Melaksanakan Kampanye Pemilihan Umum. Selain mensyaratkan cuti, PP juga secara tegas juga melarang pejabat negara menggunakan fasilitas negara.
Pasal 3:
"Dalam melaksanakan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pejabat Negara menjalankan cuti atau non aktif, dan tidak menggunakan fasilitas negara".
Dalam sebuah acara diskusi di DPR, Jumat (13/3), Anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina Sitorus mengatakan pejabat negara yang kampanye menggunakan dana APBN merupakan sebuah pelanggaran pemilu. Agustiani mencontohkan pejabat yang melakukan kunjungan dinas ke daerah otomatis mendapatkan dana dari APBN.
"Jika dalam dinas tersebut pejabatnya melakukan kampanye, itu merupakan pelangaran kampanye. Dengan SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas), pejabat tersebut menggunakan fasilitas negara," ujarnya.
Fasilitas negara yang dimaksud meliputi sarana mobilitas, seperti kendaraan dinas meliputi kendaraan dinas pejabat negara dan kendaraan dinas pegawai, serta alat transportasi dinas lainnya. Lalu, gedung kantor, rumah dinas, rumah jabatan milik Pemerintah, milik Pemerintah Provinsi, milik Pemerintah Kabupaten/Kota. Terakhir, sarana perkantoran, radio daerah dan sandi/telekomunikasi milik Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, dan peralatan lainnya, serta bahan-bahan.
Pengecualian
Ketentuan mengenai larangan penggunaan fasilitas negara dikecualikan bagi Presiden dan Wakil Presiden yang ikut berkampanye. Pasal 22 ayat (2) menyatakan "Dalam hal Presiden dan Wakil Presiden menjadi calon Presiden atau calon Wakil Presiden maka fasilitas negara yang melekat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diberikan sebagai Presiden dan Wakil Presiden".
Pasal 22:
(1) Penggunaan fasilitas negara yang melekat pada jabatan Presiden dan Wakil Presiden menyangkut pengamanan, kesehatan, dan protokoler dilakukan sesuai kondisi lapangan secara profesional dan proporsional.
Agustiani berpendapat peraturan KPU diperlukan untuk mengatur lebih terperinci terkait pengamanan Presiden dan Wakil Presiden. Menurutnya, perlu ditentukan minimal standar pengamanan seperti apa yang akan diberikan. "Karena sebagai kepala negara rawan sekali tanpa pengamanan," Agustiani menambahkan.
Anggota KPU Sri Nuryanti mengatakan PP No. 14 Tahun 2009 harus dianggap sebagai rule of the game bagi peserta pemilu. Ia meminta kepada calon legislatif dan parpol dalam menjalankan arena pemilu mentaati rule of the game tersebut. Sri juga mengharapkan ada koordinasi antara pemerintah dengan KPU dalam membuat aturan secara benar. "Untuk itu penyelenggara pemilu, pemerintah, peserta pemilu harus bersinergi dan yakin bahwa pemilu nanti dapat berjalan dengan baik," ujarnya.
Namun, jika diminta membuat peraturan lebih detil tentang pejabat negara yang ikut pemilu, ia melihat kemungkinannya kecil. Menurut Sri, KPU tidak bisa membuat sebuah peraturan apapun tanpa ada perintah dari undang-undang. "kalau diperintahkan UU baru bisa buat peraturan, kalau tidak ada perintah, maka kita (KPU) tidak bisa membuat peraturan," ujarnya normatif.