Tenaga Kerja wanita (TKW) Darkonih ini brasal dari Desa Puntang Kecamatan Losarang Kabupaten Indramayu-Jawa Barat. Dipulangkan ke Indonesia pada 4 Juli 2013 dalam kondisi lumpuh, sering kejang-kejang, serta bicaranya ngelantur, setelah bekerja di kota Riyadh Arab Saudi. Korban mendekam di RS Polri Jakarta yang merupakan rujukan dari RS Riyadh.
Didi Sugali, anak dari Darkonih menjelaskan, menurut keterangan dokter RS Polri, Darkonih terkena gangguan Peradangan, selaput otak dan jaringan otak.
"Kami pihak keluarga masih belum mendapat kejelasan dari pihak pemerintah atau BNP2TKI terkait apa yang menjadi penyebab ibu saya hingga kondisinya seperti itu," ujar Didi sambil berkaca-kaca, Kamis (11/7/13).
Didi sebagai anak kandung dari Darkonih menceritakan, bahwa Ibunya sejak tanggal 5 Juli 2010 bekerja menjadi TKW di kota Riyad - Arab Saudi dengan majikan bernama Mafrah Hamoud Mafrah Al-Harbi, diberangkatkan melalui PT Zam Zam Perwita.
Darkonih sudah 2 tahun bekerja menjadi TKW di Riyadh, pada 2 Juli 2012 pernah ambil cuti untuk pulang ke Indonesia, setelah 2 (dua) bulan berada di rumah, kemudian pada 2 Oktober 2012 dengan dibantu tetangga mengurus pembuatan KTKLN (Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri) di Bandara Soekarno Hatta dan pada 7 Oktober 2012 Darkonih kembali berangkat ke Riyadh melalui proses TKI Mandiri.
"Selama 4 bulan ibu saya berada di Arab Saudi awalnya komunikasi lancar namun setelah itu saya dan keluarga lainnya kehilangan kontak dengan Ibu saya. Namun secara tiba-tiba pada 4 Juli 2013 kemarin, kami mendapat kabar dari Yati (sponsor perekrut pertama) bahwa ibu saya dipulangkan ke Indonesia dalam kondisi sakit dan posisinya sedang dirawat di Rumah Sakit Polri Jakarta," tutur Didi.
RS Polri Pungut Biaya Perawatan TKI Darkonih?
Selain itu, dari pengakuan keluarga korban, pihaknya dimintai biaya untuk perawatan Darkonih yang jumlahnya tak sedikit.
Atas kondisi itu, ahirnya pihak keluarga melaporkan ke Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) di Jakarta. Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional SBMI, Erna Murniaty menegaskan bahwa pihaknya akan membantu secara maksimal dan akan memperjuangkan apa yang menjadi hak Darkonih dan keluarganya, termasuk meminta kejelasan apa penyebabnya hingga TKI seperti ini.
"Pemerintah harus transparan dan bertanggungjawab mengenai beban biaya selama Darkonih berada di RS Polri. Apalagi KTKLN-nya TKI masa berlakunya masih berlaku hingga 27 September 2013 jadi tidak ada alasan BNP2TKI untuk lepas tangan," Tegas Erna Murniaty pada cuplik.com
Sementara menurut Sekjen SBMI Anwar Ma'arif yang akrab disapa Bobi Alwy menambahkan, terkait beban biaya tersebut menurutnya bukan beban korban, hal itu mengacu pada MoU antara BNP2TKI dengan POLRI Nomor: B. 791/P/PL/IV/2012, dan Nomor B.25/IV/2012 Tentang Pelayanan Kedokteran Kepolisian Dan Kesehatan Kepolisian Bagi Tenaga Kerja Indonesia.
"Ini akan kami jadikan alat acuan SBMI untuk membebaskan beban biaya jika nantinya pihak RS Polri akan membebankan biaya pada keluarga TKI, dan SBMI juga akan melakukan pengecekan ke IPAJ (Instalasi Pelayanan Administrasi Jaminan) untuk memvalidkan jaminan atas hak-haknya Darkonih," tandas Bobi pada saat ditemui di kantor DPN SBMI yang beralamat di Jl. Cililitan Kecil II No.58 B RT 14 RW 07 Kel. Cililitan, Keramat Jati- Jakarta Timur, kemarin (9/7/13).