seperti dikutip ABC Australia, lebih dari 120 orang tewas dan ribuan orang lainnya luka-luka dalam bentrokan dengan pasukan keamanan Sabtu kemarin. Meski demikian ratusan ribu pendukung Mursi terus melakukan protes.
Massa memperkuat barikade di dekat Masjid Rabiah al-Adawiyah untuk bersiap menghadapi seserangan setelah Menteri Dalam Negeri Mesir berjanji untuk mengakhiri demonstrasi mereka.
Para demonstran bersikeras tak akan bergeming, walaupun pemerintah tak mau kalah akan menggunakan kekuatan militer untuk mengusir mereka jika diperlukan.
Dilaporkan aksi kekerasan terjadi secara sporadis semalaman hingga Minggu (waktu setempat), termasuk di Terusan Suez.
Kekerasan yang terjadi kemarin di ibukota mendapat kutukan dunia internasional, termasuk dari Amerika, pendukung utama dari militer Mesir.
Juru Bicara Ikhwanul Muslimin, Gehad El-Haddad mengungkapkan para demonstran marah tapi "sangat menentang" menyusul peristiwa kemarin yang mengakibatkan kematian dan menyalahkan aksi petugas yang menembakan peluru.
"Bagi kami, jika mati, kita bertemu pencipta kami dan kami melakukannya untuk tujuan yang benar ... Entah kita mati atau kita berhasil," tegasnya.
Tuntut Jenderal al-Sisi mundur
Di Rabiah al-Adawiya, ratusan demonstran menggelar demonstrasi mini untuk tetap bertahan.
Seorang professor sosiologi dalam unjuk rasa berujar, "Pada Januari 2011, (mantan presiden) Hosni Mubarak kuat, tetapi ia jatuh dengan cara damai. Insya Allah, Sisi akan jatuh dengan cara damai yang sama," tambahnya, mengacu pada Komandan militer Jenderal Abdel Fattah al-Sisi yang memimpin kudeta penggulingan Mursi.