Beragam versi kejadian muncul menjadi polemik. Ada yang mengatakan bentrokan antar petani, antara petani dengan polisi, dan sebagainya dengan motif dan modus bermacam-macam. Tapi bagaimana tanggapan Serikat Tani Indramayu (STI) sendiri?
"Puluhan massa dari STI sudah memasuki lahan yang akan digusur untuk pembangunan waduk Bubur Gadung sekitar pukul 07.30 WIB. Beranjak siang, ratusan massa kami sudah berkumpul di lokasi. Pada saat yang sama, sekitar 30 massa STI menyusul ke lokasi namun dihalau oleh preman," ungkap Syamsudin, salah satu pegiat STI, dalam siaran persnya kepada Cuplik.com.
Sebutan preman itu diungkapkan Syamsudin karena mereka menghalau massa STI dengan bongkahan kayu. Tak hanya itu, ungkapnya, puluhan preman tersebut memukuli para petani dan melakukan penyisiran ke rumah-rumah penduduk.
"Ikin, ketua basis STI, menerangkan lebih lanjut bahwa terjadi pemukulan dan ada percobaan pembunuhan terhadap anggota kami. Untung saja beberapa warga sempat menolongnya," ungkap aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Indramayu ini.
Para preman tersebut, ungkap Syamsudin, bebas melakukan kekerasan di depan aparat kepolisian. Akhirnya ratusan massa STI yang berkumpul di lokasi penggusuran tersulut emosinya, kemudian satu escavator yang kebetulan berada di lokasi itu menjadi sasaran.
"Kemudian dari arah utara, polisi bergerak dan menembaki kami dengan peluru karet dan gas air mata. Hal ini menyebabkan massa lari berhamburan. Barisan kami yang sudah tercecer ini malah dipukuli dan diinjak-injak oleh preman yang berdiri di belakang polisi," terang Syamsudin.
Puluhan motor milik petani pun dirusak. Hingga saat ini, kondisi lokasi bentrokan di Jatimunggul, Terisi, Indramayu masih mencekam. Aparat kepolisian masih berjaga-jaga agar konflik lanjutan tidak terjadi.