Ku ingat Petruk "jadi raja" dalam sebuah lakon pewayangan:
Petruk dengan mudah mengalahkan para satria Astina Pandawa, padahal satria itu kita pahami mempunyai kesaktian teruji "ini Satir". Petruk jadi raja adalah amanat bagi pemimpin kita.
Kesaktian yang dimiliki Petruk adalah sebuah kekuatan para rakyat, Petruk jadi raja bukan karena membalas sakit hati, tapi justru menawarkan kesempatan bagi Sinatria untuk sejenak bertukar tempat dengan hambaNya. Kesewenangan petruk bukan tanpa makna, ini sekedar cubitan sang ibu atas anaknya:
Hanya satria yang ariflah merasakan ini hikmah, hanya satria penindaslah bahwa Petruk balas dendam:
Petruk jadi raja hanya semacam simbol "siklus", bahwa hidup mesti dikontrol agar terbebas dari kutuk dan hama:
Semua ini haruslah "diapresiasikan", perbedaan itu indah kalau kita jalani dengan tulus, yang penting tak ada dusta di antara kita:
Merdekakan ibu dari sakit hati alam.
__________________
Penulis adalah Yohanto A Nugraha alias Kang Abuk lahir di desa Karanganyar Indramayu 18 Februari 1955. Putra kedua dari Nyonya Lie Kim Hwa. Gaya sastranya sering disebut-sebut dekat dengan Afrizal Malna.
Ia pendiri komunitas sastra KREASI tahun 1980. Karya sastranya sering dimuat di media daerah dan pusat. Beberapa terbitan bukunya, Antologi penulis Indramayu (Kreasi '82), Tanah Garam (Kreasi '92), Kiser Pesisiran (FSI '94), Jurang bersama Ope Mustofa (FORMASI '99), Resital 11 penyair dari negeri minyak (DKI '01), Orasi Sunyi (2005).