"Permen ini cacat hukum, karena pasal di dalamnya sangat kontradiktif. Kita tolak permen ini. Rencananya akan komunikasikan dengan Kementerian dan kalau memang mentok kita akan mengajukan gugatan ke MA terkait Permen ini," ujar Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Barat, Ono Surono ST.
Hal itu disampaikan dalam acara sosialisasi Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 10 tahun 2013 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Aula Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra, Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (24/10/13).
Ono Surono mengungkapkan, pelaksanaan Permen ini terdiri prasarana yang dilakukan oleh Pusat Pemantauan Kapal Perikanan dan sarana dengan menggunakan transmiter atau SPKP online atau juga sering disebut VMS (Vessel Monitoring System) yang dipasang di kapal.
Caleg DPR RI Dapil Jabar 8 dari PDI Perjuangan ini memaparkan, Pada pasal 5 dalam Permen tersebut disebutkan tugas Dirjen Pengawasan PSDKP adalah menyediakan SPKP, sehingga sarana dan prasarana tersebut merupakan tanggungjawab KKP melalui Dirjen PSDKP. Tetapi, lanjut Ono, pada pasal 15 di situ tiba-tiba muncul bahwa untuk bisa menertibkan Surat Laik Operasi (SLO) yang syarat-syaratnya adalah melampirkan bukti pembayaran SPKP untuk satu tahun.
"Sementara pada pasal 20 tentang hak dan kewajiban, tidak ada satu pun pasal yang mewajibkan transmiter SPKP itu disiapkan atau dibayar oleh pengguna," jelas Ono.
"Ini menjadi pasal yang sangat kontradiktif, di saat yang mempunyai tugas adalah Kementerian untuk menyiapkan SPKP, tiba-tiba muncul persyaratan bukti pembayaran. Ini patut dipertanyakan," imbuh Ketua KPL Mina Sumitra ini.
Sementara menurut pihak Kementarian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan, perlunya ada pemantauan terkait kapal perikanan yang akan dan setelah melaut, hal itu dimaksudkan agar mudah dalam pengawasan dan pemantauan kapal nelayan.
"Kapal datang kita awsi, kapal berangkat pun kita awasi," ujar Ndaru Ismiarto.
Ia pun mengakui bahwa setiap kapal perikanan yang akan diberangkatkan harus memiliki Surat Laik Operasi (SLO) dengan syarat semua administrasi dan uji kelayakan kapal sudah terpenuhi.
Sementara menurut Ketua SNT, Kajidin mengingatkan, agar dalam membuat peraturan berdasarkan kebutuhan nelayan dan bukan atas kepentingan elit-elit pemerintah yang ujung-ujungnya mengorbankan nelayan.
"Harusnya ketika membuat aturan harus ditanyakan dulu ke nelayan, setuju tidak aturannya seperti ini, jangan langsung diberlakukan untuk nelayan!" kesal Kajidin di depan para pemateri dari pihak KKP.
"Kami akan mengumpulkan seluruh serikat nelayan untuk menolak sistem pemantauan kapal ini," tegas Kajidin.
Beberapa orang yang menyampaikan sosialisasi diantaranya Kepala Seksi Penanganan Pelanggaran Pangkalan PSDKP Jakarta, Ndaru Ismiarto SIP MM; Kepala Satker PSDKP Kejawanan Cirebon, Yetik Puspitasari SH; Koordinator Pos PSDKP Karangsong Indramayu, Jaya Teja Anggara SAP; Kepala Seksi UMS Ditjen PSDKP KKP, Sentot Kristianto Bsc.
Peserta yang hadir diiukuti dari beberapa perwakilan nelayan, juragan atau pemilik kapal, Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Indramayu, Polisi Perairan (Polair), TNI-AL, Syahbandar - Administrator Pelabuhan (Adpel), Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra, Serikat Nelayan Tradisional (SNT), dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).