Hal itu diungkapkan oleh Bupati Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Indramayu, M Solihin, menurutnya pemanggilan Kejaksaan Agung RI (Kejagung) terhadap Yance tersebut berkait dengan divonisnya Agung Rijoto (kuasa PT Wihata Karya Agung selaku pihak ketiga dalam pembebasan lahan di Sumuradem Indramayu) dan dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
"Besok yance dipanggil Kejagung, sebagai tersangka pengembangan kasus PLTU," ujar Solihin, Rabu (13/11/13).
Diketahui, Agung Rijoto saat di Pengadilan Negeri Indramayu, melalui Nomor perkara; 506/Pid.B/10/PN di vonis bebas oleh Majelis hakim Pengadilan Negeri Indramayu. Majelis hakim yang memeriksanya adalah Haryanto, S.H., Agus Rahardjo, S.H. dan Budiman Sitorus, S.H. dengan Jaksa Penuntut Umumnya adalah Danang L, S.H.
Namun oleh Mahkamah Agung (MA), melalui putusan No. 1451 K/PID.SUS/2011 bahwa atas nama Agung Rijoto dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, dan secara otomatis membatalkan putusan PN Indramayu.
Atas dasar itu, Solihin menegaskan bahwa posisi Yance jelas terlibat karena rekannya sudah dinyatakan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama.
"Saya meminta kepada Kejagung untuk bersikap adil dan tegas untuk memberantas korupsi tanpa terkecuali mantan bupati Indramayu (Yance)," katanya.
Dari pantauan cuplik.com, selain Agung Rijoto, dua orang yakni, Daddy Haryadi (mantan Sekretaris P2TUN Kabupaten Indramayu), dan Moh Ichwan (mantan Kepala Dinas Pertanahan Kabupaten Indramayu) juga menjadi terdakwa di MA.
Sementara berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : Print-205/F.2/Fd.1/12/2010 tanggal 13 Desember 2010, telah ditetapkan H. Irianto MS Syafiuddin (Mantan Bupati Indramayu dua periode) alias Yance sebagai Tersangka dalam penyidikan tindak pidana korupsi pembebasan tanah untuk pembangunan Proyek PLTU 1 Indramayu Jawa Barat TA 2006.
"Intinya kami menagih janji kepada Kejagung untuk menegakan supremasi hukum di Indonesia," pungkasnya.
Diketahui, kasus ini bermula pada 2004, saat Panitia Pengadaan Tanah untuk Negara (P2TUN) Indramayu melakukan pembebasan lahan untuk lokasi PLTU seluas 82 hektare di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu. Lahan itu seharusnya dihargai Rp 22 ribu per meter persegi. Namun, oleh panitia, dicantumkan harganya mencapai Rp 42 ribu per meter persegi. Dari penggelembungan itu, negara dirugikan hingga Rp 42 miliar.
Sampai berita ini diturunkan belum ada konfirmasi dari pihak terkait.