Hal itu dikatakan dalam menyikapi adanya kunjungan pemerintah Indonesia pada hari ini, Rabu 19 Februari 2014, di Riyadh Arab Saudi. Pemerintah SBY melalui para pembantunya akan menandatangani MoU yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
"Komisi IX DPR RI tak pernah diinformasikan mengenai hal tersebut, justru kabar diperoleh dari pernyataan yang dilansir media Saudi. Perjanjian dengan negara lain memang otoritas pemerintah, namun Komisi IX sebagai mitra kerja tak berlebihan apabila berurun pikiran terhadap klausul-klausul perjanjian agar marwah perlindungan menjadi intisari perjanjian tersebut," ujar Anggota Komisi IX DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, Selasa malam (18/2/14).
Menurutnya, harusnya Pemerintah SBY perlu meningkatkan status moratorium ke penutupan total, namun berulangkali malah berniat mencabut moratorium. Rieke memaparkan pada November 2013, Kemenakertrans melalui Dirjen Bina Penta ingin membuka Moratorium TKI ke Arab Saudi namun dibatalkan, karena penolakan dari berbagai kalangan.
Sementara, lanjutnya, dugaan terhadap keterlibatan oknum-oknum di Kemenakertrans dalam bisnis TKI hingga saat ini tak pernah diungkap. Padahal pada kasus berakhirnya masa amnesti, secara terang-terangan pihak yang sama getol mendorong pembentukan "perwalu dadakan".
"Pembantu (pemerintahan -red) SBY bukannya membantu advokasi pemulangan TKI yang dideportasi, namun sepertinya lebih tergiur pada bisnis daur ulang TKI yang Overstayer. Lagi-lagi urusan TKI hanya dilihat sebagai pundi pengepul Riyal (mata uang Arab -red)" tegasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini berpendapat, pemerintah RI sudah seharusnya agresif lakukan negosiasi untuk perjanjian tertulis, namun tentu harus berisi perlindungan, bukan mencari celah mengeruk Riyal.
"Penandatangan perjanjian RI dan Saudi seperti mengendap-endap, sembunyi-sembunyi", kata Rieke.
Oleh karenanya ia mengajak kepada seluruh komponen bangsa untuk bersuara demi keselamatan dan kesejahteraan TKI di Arab Saudi.
"Sekali lagi saya sekedar mengingatkan Pemerintah SBY, apabila perjanjian RI-Saudi tetap dijalankan dan moratorium diakhiri, maka Pemerintah SBY nyata-nyata melanggar UU 39 Tahun 2004, terutama Pasal 29," pungkasnya.
Pasal tersebut berbunyi: "(2) Penempatan calon TKI/TKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak azazi manusia, perlindungan hukum, pemerataan kesempatan kerja, dan ketersediaan tenaga kerja dengan mengutamakan kepentingan
nasional".