Diketahui, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Perut bumi (PLTP) atau disbut Geothermal mulai ditenderkan pada Nopember 2011, PT Chevron Coorporation asal Amerika memenangi tender pada Maret 2012, dan pada awal 2013 Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengumumkan proyek tersebut mulai dijalankan.
Beberapa pihak menolak keras proyek tersebut, karena proyek Geothermal dianggap akan menimbulkan dampak yang berbahaya bagi lingkungan sekitar. Seperti keluarnya campuran beberapa gas karbon dioksida, hidrogen, sulfida, metana, dan amonia.
Dampak itu akan mengakibatkan pencemaran lingkungan yang berpengaruh terhadap pemanasan global, hujan asam, dan bau yang beracun. Selain itu, proyek PLTP dinilai dapat merusak stabilitas tanah. Pasokan air bersih berkurang, akan memicu gempa-gempa kecil, hingga berakibat pada meletusnya Gunung Ciremai.
Sementara, alasan pemerintah mengamini proyek tersebut, menurut pihak pemerintah manfaatnya sangat besar, seperti yang pernah dikatakan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Bahwa proyek Geothermal di Gunung Ciremai sangat ramah lingkungan dan tidak akan merugikan masyarakat.
"Masyarakat tak perlu khawatir dengan kerusakan lingkungan ataupun hal yang dapat merugikan dari proyek tersebut. Justru geothermal adalah satu-satunya cara membuat listrik yang paling aman dan ramah lingkungan," kata Ahmad Heryawan.
Aher menjelaskan, proyek tersebut akan memakan waktu setidaknya 5 (lima) tahun, mulai dari tahapan administrasi, hingga power plan geothermal berjalan.
Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (DSDAP) memaparkan, proyek Geothermal ini akan memiliki 150 Megawatt, dan pihak DSDAP mengklaim, prosedur sosialisasi kepada masyarakat di lingkungan sekitar sudah dilakukan.
Tercatat lima desa di kaki Gunung Ciremai yang akan terkena proyek CGI, yaitu Desa Pajambon, Sukamukti, Cisantana, Gunung Keling, dan Babakan Mulya. Luas daerah pengeboran mencapai 10 kilometer persegi.
Hingga informasi ini diturunkan, belum ada konfirmasi tindaklanjut dari pihak-pihak terkait.