Hal itu diungkapkan sebagai akibat dari tak adanya upaya perlindungan hukum pemerintahan SBY terhadap para TKI bermasalah di luar negeri.
"Tak ada alasan tak bayar, anggaran pasti ada. Saya tergelitik dengan pemberitaan presiden SBY gunakan pesawat kepresidenan untuk kampanye partai. Pak SBY, itu aset negara yang dibeli dengan uang Rakyat, pasti ada keringat Satinah pula, karena TKI pun bayar pajak!" ujar Anggota DPR, Rieke Diah Pitaloka, Rabu (25/3/14).
Ia memaparkan, Satinah akan dipancung di Arab Saudi pada 3 April 2014 besok. Sehingga pemerintah masih ada sisa waktu beberapa hari lagi untuk menyelamatkannya. Sementara pemerintah Saudi nyawa Satinah bisa diselamatkan dengan diyath 7 juta reyal (setara Rp 21 Miliar) atas permintaan keluarga majikan.
Rieke menegaskan, pada prinsipnya ia tidak sepakat dengan penyelesaian masalah vonis mati di Arab Saudi dengan bayar diyath. Seharusnya ada pembelaan hukum yang serius dari pemerintah.
"Kalau dilihat dari sisi kebijakan politik anggaran saja, jelas tak ada keseriusan," jelas Caleg dari PDI Perjuangan Dapil Jawa Barat VII ini.
Pasalnya, dana perlindungan TKI di seluruh perwakilan RI di luar negeri pada 2013 sebesar Rp 124.313.022.000, dan pada 2014 hanya Rp 99.375.149.000.
Sementara, untuk anggaran perlindungan KBRI di Riyadh, Arab Saudi, pada 2013 sebesar Rp 9.853.108.000 dan pada 2014 hanya Rp 5.500.002.000. Jauh dari biaya diyath untuk seorang TKI Satinah.
Sedangkan, kasus TKI terancam hukuman mati hingga kini di Arab Saudi mencapai 41 orang, salah satunya Satinah.
"Sekali lagi saya tidak setuju masalah hukum TKI di Saudi solusinya bayar diyath. Namun, apabila pemerintah tak berikan perlindungan dan pendampingan hukum secara optimal, sebagai kompensasi dari kelalaian, maka dalam kasus Satinah, bayar diyath adalah keharusan," tegas anggota komisi IX DPR ini.
"Jadi, tak ada alasan untuk tidak membayar diyath Satinah. Sisihkan, realokasi dari biaya perjalanan presiden!" pungkasnya.
Satinah binti Jumadi Ahmad (41), TKI asal Dusun Mruten Wetan, Desa Kalisidi, Ungaran Barat, Semarang, Jawa Tengah. Satinah dianggap melakukan pembunuhan berencana terhadap majikan perempuannya, Nura Al Gharib Pada 2009. Ia melakukan itu karena keluarga majikannya sering melakukan penganiayaan dan perbuatan tidak senonoh. Saat terjadi pembunuhan, Satinah sedang dianiaya dan melawan karena sudah sering diperlakukan seperti itu.