"Ini masih dalam tahap proyek percontohan. Tapi areal penanamannya mencapai 300 hektare (ha). Di Kopeng 150 ha dan Nongko Jajar seluas 150 ha," kata CEO PT Bogasari Flour Mills Franciscus Welirang, di sela acara Seminar Peran Desain Interior dalam Usaha Bakery di Jakarta, Rabu (18/3/2009).
Franky, sapaan akrab Franciscus Welirang, menambahkan untuk mengembangkan tanaman ini, pihak Jepang telah mengucurkan dana Rp2 miliar untuk demplot percontohan tersebut. Adapun pencanangan penanaman perdana untuk proyek demplot tanaman gandum tersebut akan dilaksanakan oleh UKSW dengan Departemen Pertanian (Deptan) pada tanggal 24-25 Maret mendatang.
Dalam kesempatan itu Franky membantah apabila dikatakan tanaman gandum tidak cocok ditanam di Indonesia karena gandum termasuk tanaman sub tropis sedangkan Indonesia merupakan daerah tropis. "Tidak benar itu, karena sebagian petani kita sudah lama menanam gandum. Dan hasil panenannya dikonsumsi sendiri. Apalagi dalam proyek ini, Jepang dan UKSW sudah memiliki teknologi untuk proyek pengembangan gandum ini," kata menantu konglomerat Sudono Salim ini.
Kendati demikian, Franky mengakui kalau untuk mengembangkan tanaman gandum secara besar-besaran di Indonesia, paling tidak membutuhkan waktu minimal 20 tahun. Karena hal ini terkait dengan budaya dan tata cara penanaman gandum oleh petani.
Sementara itu Sekretaris Ditjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian (Deptan) Anggoro mengatakan, tren konsumsi gandum di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Bahkan rata-rata tiap tahun, impor gandum Indonesia mencapai 4 juta ton. Impor tersebut berasal dari Amerika Serikat, Kanada dan Australia.
Menurut dia, tanaman gandum sulit dikembangkan di Indonesia karena Indonesia beriklim tropis, sedangkan gandum merupakan tanaman yang akan bisa hidup normal di daerah sub tropis.
"Tapi bukannya tidak bisa ditanam di Indonesia. Hanya daerah-daerah tertentu saja yang bisa ditanami gandum. Terutama di dataran tinggi," kata Anggoro beberapa waktu lalu.