"Menaikkan tarif Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP) yang merupakan komponen dari PNBP merupakan cara instan dan sangat mudah. Siapapun akan mampu berfikir dan melaksanakan itu. Kebijakan menaikkan tarif itu sangatlah kontradiktif dengan statement MKP sendiri yang seringkali membandingkan pengelolaan sumber daya perikanan di Indonesia dengan di negara maju, dimana pada negara maju telah memberikan proteksi kepada nelayan seperti bebas pajak/pungutan, suku bunga rendah (3%), akses pasar, sarana prasarana nelayan, dan lain-lain," tutur anggota DPR, Ono Surono, Jumat (14/11/14).
Menurut politisi PDIP ini, pemerintah haruslah arif dan bijaksana untuk membuat kebijakan terkait penerimaan negara, disaat masih ada 8 Juta nelayan miskin dan 98,7% Kapal Kecil. Menaikkan tarif PPP dan PHP bukan langkah yang substansial apabila diperhadapkan 3 kepentingan negara sekaligus, yaitu Menaikkan Penerimaan negara (PNBP), menyediakan akses pasar dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan di Sektor Perikanan Tangkap yg baik dan lestari (Sustainable Fisheries).
"Untuk itu, diperlukan sistem pengelolaan yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas produksi ikan dengan memaksimalkan Fungsi Pelabuhan Perikanan dalam distribusi/pemasaran dan data produksi ikan sesuai dg UU No.45/2009 tentang perubahan UU No.31/2004 tentang perikanan dan UU No.23/2014 Tentang Kelautan yang mengatur Sistem Logistik Ikan Nasional," papar politisi dari dapil Jabar 8 ini.
Ia menjelaskan, fungsi pelabuhan tersebut dapat ditempuh dengan mengaktifkan seluruh Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang pasti ada di setiap pelabuhan. Sehingga didapatkan data produksi dan nilai harga ikan untuk dijadikan dasar menghitung PNBP setiap kapal perikanan.
"TPI juga dapat memberikan akses pasar kepada nelayan untuk mendapatkan kepastian harga ikan. Dengan PNBP yang langsung dikenakan kepada nelayan, pemerintah harus menghapus pungutan retribusi lelang, sehingga tidak ada pungutan ganda kepada nelayan," jelasnya.
Selain itu, Ono juga menambahkan, untuk menjalankan fungsi pelabuhan perikanan tersebut, mestinya pemerintah dapat menunjuk Koperasi Nelayan sebagai mitra dalam mengoperasikan Tempat Pelelangan Ikan (TPI).
"Untuk sentra nelayan yang belum ada TPI, disiapkan petugas dari Dinas Kelautan atau Perikanan untuk mendata produksi ikan melalui bakul ikan atau tengkulak dimana nelayan menjual ikannya," jelasnya.
Oleh karenanya, Ono memastikan, apabila sistem ini berjalan, dapat dipastikan pemerintah akan mendapatkan 3 keuntungan sekaligus, yaitu Membuat akses pasar, data Produksi Ikan yang akurat dan valid serta Peningkatan PNBP dengan catatan Tanpa Menaikkan Tarif PPP dan PHP.
"Para ahli kelautanpun akan dapat menghitung Potensi Sumber Daya Ikan di pada setiap Zona Penangkapan secara akurat yang dijadikan dasar untuk membuat program pengelolaan sumber daya kelautan yang baik dan lestari (Sustainable Fisheries) pada setiap Zona Penangkapan Ikan di Indonesia," pungkasnya.