Koordinator aksi, Kajidin menuturkan, ribuan massa tersebut akan melakukan aksi unjuk rasa damai, menuntut terhadap berbagai peraturan kementerian kelautan dan perikanan yang dinilai tidak memihak bahkan cendrung membunuh per-ekonomian nelayan terutama nelayan kecil, massa akan menuntut Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk, mencabut Permen No.1 / MEN-KP / 2015, mencabut Permen No. 2 / MEN-KP / 2015, dan mencabut Permen No. 18 / MEN-KP / 2015.
“kami siap berangkat ke Jakarta, dan kami semua akan terus berjuang untuk mendapatkan hak kami,” Ujar kajidin, saat di temui dilokasi pemberangkatan massa di sekretariat SNT Indramayu, Rabu,25/2/2015 malam.
Dia menuturkan, Kaum Nelayan merupakan sosok yang selalu terpinggirkan dalam berbagai hal sehingga sangat sulit bagi Kaum Nelayan untuk berusaha maju. Dari sulitnya proses sampai mendapatnya suatu perijinan hingga perahu bisa dinyatakan untuk laik operasi atau melaut, perijinan yang ditempuhpun sunguh sangat banyak. Setelah selesai dengan urusan dokumen-dokumennya , Kaum Nelayan dihadapkan dengan sulitnya mendapatkan BBM.
“Untuk mendapatkannya berbagai kelengkapan dokumen harus dipenuhi, tidak terpenuhi satupun ketika membawa solar kita terpolisikan,”terangnya.
Menurut Kajidin, Terampilnya Kaum Nelayan dalam memodifikasi alat tangkap untuk memperoleh hasil tangkapan yang lebih, mudahnya Kaum Nelayan memperoleh lapangan kerja disektor perikanan tangkap dengan tanpa persyaratan ijazah atau yang lainnya beda kalau disektor lain, Kaum Nelayan tidak ada kesempatan bisa masuk. Kesemuanya itu tanpa ada campur tangan pemerintah untuk memajukan Kaum Nelayan.
“Bisa dibayangkan kalau Permen No. 1, 2 dan 18 diberlakukan, penduduk Indonesia yang hampir 25% adalah Kaum Nelayan, 80%nya kaum dari golongan ini jelas ekonomi mereka terbunuh.”Lanjutnya.
Dengan Peraturan Menteri No. 1 dan turunannya, Kaum Nelayan sudah tidak bisa lagi mengambil Habitat Laut dengan sembarangan bahkan orang-orang pinggiran yang biasa kesehariannya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dari menangkap kepiting sudah berhenti karena ketakutan akan sangsi hukum 3 tahun dan denda Rp 150.000.000,- yang hal ini bisa mempengaruhi seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Begitupun tidak beda jauh dengan Peraturan Menteri No. 2.
“Paradok kebijakan selalu terjadi, namun apapun hebatnya kebijakan public dalam bentuk larangan atau pengaturan, bobot manfaatnya harus lebih besar dari mudaratnya atau harus diminimalkan dampak negatifnya.” Ujar Kajidin.
Jika kebijakan berupa pelarangan berakibat pada pengangguran dan akan menambah kemiskinan serta tidak dibarengi dengan alternative solusinya maka kebijakan tersebut tidak pro rakyat.
Ribuan massa aksi Front Nelayan Bersatu (FNB) tersebut, terdiri dari Federasi Serikat Nelayan Nusantara (FSNN), Serikat Nelayan Tradisional (SNT), Serikat Tani dan Nelayan (SETAN) Indramayu, Serikat Nelayan Indonesia, Paguyuban Nelayan Mina Sentosa Pati, Paguyuban Mitra Nelayan Pati, Serikat Nelayan Pati (SENEPI), Persatuan Nelayan Kota Tegal (PNKT) dan Paguyuban Segara Madu Brebes bersama elemen Masyarakat Nelayan Probolinggo, Rembang, Pati, Batang, Tegal, Brebes, Cirebon, Indramayu dan Pandeglang .
“Kami minta hentikan rencana pembahasan larangan zona tangkapan radius 0 (nol) sampai dengan 4 mil, hentikan kriminalisasi terhadap nelayan dan bakulnya, dan Berikan kembali subsidi BBM untuk perahu di atas 30 GT,” Tutup kajidin, yang di ikuti oleh teriakan ribuan massa aksi yang telah bersiap melakukan aksinya di Jakarta, Kamis 26/2/2015.