Hal itu dilakukan setelah terjadi aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh nelayan se-Indonesia yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) di depan Kantor Kementerian Kelautan dan Istana Negara pekan lalu, nelayan menolak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 1/PERMEN-KP/2015 tentang penangkapan kepiting, lobster dan rajungan, dan No.2/PERMEN-KP/2015 tentang larangan penggunaan beberapa jenis alat tangkap tradisional,
Dalam gugatan dan perlawanan yang diajukan kepada MA tersebut, menurut Ketua KNI Korwil Glayem Indramayu, Dedi Aryanto, hanya memberikan kesempatan selama 14 hari kepada KKP untuk menanggapinya.
"Pertanggal hari ini kita sudah mendapatkan jawaban dari MA terkait yang kita adukan, yang artinya pula jika selama 14 hari ke depan pihak KKP tidak memberikan tanggapan, maka otomatis PERMEN KKP No. 1 dan 2 ini mutlak batal demi hukum, dan tentu saja ini berita yang sangat baik untuk kawan-kawan nelayan seluruh Indonesia terutama nelayan kecil," jelas Dedi, Jumat (6/3/15).
Menurutnya, dengan adanya aduan tersebut, maka peraturan itu dengan sendirinya terhenti karena harus menghadapi proses hukum, dan bilamana dalam masa waktu itu pihak KKP melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan PERMEN No. 1 dan 2, maka artinya itu ilegal, melanggar hukum, dan dapat dikatakan sebagai bentuk tindakan pidana.
"Saya tegaskan, jika saat ini ada kegiatan sosialisasi tentang Permen KP tersebut yang dilakukan oleh pemerintah dianggal inskonsitusi," tuturnya.
Dedi menjelaskan, pengajuan JR tersebut karena melihat dampak dari pemberlakuan Permen KP saat ini baru dirasakan oleh nasib dan kondisi nelayan kecil di Indramayu dan seluruh Indonesia, tetapi jika dibiarkan terus menerus akan perdampak pada stabilitas ekonomi secara menyeluruh.
Pasalnya, lanjutnya, dalam ketentuan pasal 9 Undang-Undang nomor nomor 31 tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang Undang nomor 45 tahun 2009 terntang perubahan UU nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan pasal 1 angka 10 dan angka 11, pasal 2 huruf a-k dan penjelasanya, pasal 3 huruf a, pasal 7 ayat(3) dan diimplementasikan melalui Permen KP nomor 1 dan 2 tahun 2015 pada point alat tangkap ikan sesungguhnya bentuk pencegahan dan larangan bagi alat tangkap laut yang selama ini dipergunakan oleh masyarakat nelayan kecil.
"Bisa dibayangkan, ketika seluruh nelayan dilarang menagkap ikan dengan alat pukat dorong yang itu dipergunakan oleh nelayan Indramayu untuk mengahsilkan ikan rebon sebagai bahan terasi, berapa kerugian pedagang pecel lamongan, warung nasi, kuliner yang bergantung kepada terasi dan dilarang," tandasnya.
Seperti yang diketahui, munculnya PERMEN KKP No. 1 dan 2/2015 tersebut, telah memicu kemarahan nelayan-nelayan kecil untuk berdemonstrasi, bahkan, di Batang Jawa Tengah, sempat terjadi kerusuhan dengan memblokade jalur pantura yang menyebabkan 24 nelayan tradisional setempat ditangkap oleh pihak kepolisian Polres Batang. (Baca: Tangkap 24 Orang, Nelayan Indramayu Kecam Polres Batang).